Kilas Trending – 33 tahun silam, tepatnya 19 Oktober 1987, terjadi kecelakaan kereta api yang mengakibatkan 139 korban tewas dan 254 lainnya mengalami luka berat. Kecelakaan nahas yang dikenal dengan Tragedi Bintaro itu menjadi salah satu sejarah kelam dunia transportasi Indonesia.
Dalam kecelakaan tersebut, rangkaian kereta api Lokal Rangkas jurusan Rangkasbitung – Jakarta Kota (KA 225) yang berangkat dari Stasiun Sudimara, bertabrakan dengan kereta api Patas Merak jurusan Tanah Abang – Merak (KA 220) yang berangkat dari Stasiun Kebayoran.
Baca juga: Sejarah Hari Tani Nasional yang Diperingati Setiap 24 September
Menurut keterangan resmi dari Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA), lokasi kecelakaan berada pada KM 17+252 lintas Angke – Tanah Abang – Rangkasbitung – Merak.
Lokasi tersebut terletak pada tikungan S diapit Jalan Tol Jakarta – Serpong di sebelah barat, dan Jalan Tol TB. Simatupang di sebelah timur, atau sekitar 1,5 km di sebelah barat daya TPU Tanah Kusir.
Usai terjadinya kecelakaan, dilakukan penyelidikan yang menghasilkan sejumlah fakta. Termasuk penyebab dan siapa yang bertanggung jawab dalam kecelakaan nahas tersebut. Berikut fakta-fakta tragedi Bintaro 1987:
Insiden Tragis di Pagi Hari
Kecelakaan tersebut terjadi pada pagi hari sekitar jam 07.00 WIB. Di mana saat itu kereta dipenuhi sesak para penumpang yang akan pergi beraktivitas.
Saat itu, KA 220 jurusan Tanah Abang – Merak membawa 478 penumpang dari kapasitas angkut 685 penumpang. Kepadatannya menyentuh angka 72,6%, masih dalam batas normal.
Namun, KA 225 jurusan Rangkasbitung – Jakarta Kota mengangkut 1.887 penumpang dimana jumlah ini melebihi catatan kepadatan maksimal hingga 200%. Sehingga banyak penumpang yang memenuhi lokomotif dan berada di atap gerbong.
Ratusan Orang Meninggal, Banyak Korban Sulit Dikenali
Ratusan orang meninggal dunia setelah dua rangkaian kereta bertabrakan ‘adu banteng’. Korban paling banyak berasal dari KA 225 yang penumpangnya paling padat.
Jangan lewatkan: Mitos dan Fakta Lintang Kemukus, Diyakini Sebagai Pertanda Buruk
Korban tewas mencapai 139 orang, di mana 72 orang tewas di tempat dan sisanya meninggal sekarat. Dari 139 orang korban meninggal, 113 di antaranya sudah terindentifikasi.
Sedangkan korban luka-luka mencapai 254 orang, dimana 170 orang dirawat di rumah sakit dan 84 orang mengalami luka ringan.
Kecelakaan Terjadi Akibat Kelalaian Petugas Stasiun
Setelah kejadian dilakukan penyelidikan, hasilnya menunjukkan adanya kelalaian Pemimpin Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Sudimara yang memberikan sinyal aman kepada kereta api dari arah Rangkasbitung.
Padahal tidak ada pernyataan aman dari PPKA Stasiun Kebayoran karena tidak ada jalur yang kosong di Stasiun Sudimara.
Masinis, Kondektur, dan PPKA Menjadi Tersangka
Slamet Suradio yang merupakan masinis KA 225 saat itu divonis 5 tahun penjara. Ia ditahan di Lapas Cipinang dan bebas pada 1993.
Ia pun harus kehilangan pekerjaannya, pada tahun 1994 ia dipecat dari jabatannya sebagai masinis dan tidak mendapat uang pensiun.
Departemen Perhubungan Indonesia juga mencabut Nomor Induk Pegawai Perkeretaapiannya pada tahun 1996.
Nasib serupa juga dialami kondektur KA 225, Adung Syafei. Ia harus mendekam di sel tahanan selama 2,5 tahun. Sedangkan PPKA Stasiun Sudimara Djamhari dan PPKA Stasiun Kebayoran Umrihadi, dipenjara selama 10 bulan.
Sejarah Kelam dan Awal Revolusi Dunia Transportasi Indonesia
Sesudah tragedi nahas tersebut, Kementerian Perhubungan dan PJKA berupaya memperbaiki teknologi, kualitas dan aturan perjalanan kereta api.
Di antaranya seperti komputerisasi perjalanan kereta, pembuatan rel ganda, serta melarang penumpang naik ke lokomotif dan atap gerbong.
Sumber:
https://kumparan.com/kumparannews/fakta-fakta-seputar-tragedi-bintaro-1987-1uQ8F63AoMF/full