Kilas Trending - Baru-baru ini ramai diperbincangkan di media sosial sebuah video yang memperlihatkan seorang pendaki wanita memetik bunga Edelweis di jalur pendakian Gunung Lawu via Candi Cetho, Karanganyar.

 

Pesona Bunga Edelweis, ‘Bunga Abadi’ yang Hanya Ada di Gunung

Dalam video berdurasi 30 detik itu, pendaki terlihat acuh dan tak menghiraukan meski sudah diperingatkan untuk tidak memetik “bunga abadi” tersebut.

Baca juga: Seragam Satpam Baru Mirip Polisi, Berwarna Cokelat dan Ada Pangkatnya

 

Perlu diketahui, bunga Edelweis termasuk salah satu tumbuhan yang dinilai langka dan dilindungi undang-undang. Sanksi pidana dan denda maksimal Rp 50 juta pun akan diberikan bagi pelanggar yang nekat memetiknya.

 

Meski sering mendengar namanya, mungkin masih banyak orang yang tidak mengetahui apa itu bunga Edelweis dan apa saja pesona yang terkandung padanya.

 

Mengenal Pesona Bunga Edelweis

 

Pesona Bunga Edelweis, ‘Bunga Abadi’ yang Hanya Ada di Gunung

Tumbuhan Edelweis (Anaphalis javanica) merupakan tanaman sejenis perdu yang termasuk salah satu famili Compositae atau disebut juga Asteraceae (sembung-sembungan).

 

Biasanya, tanaman ini bisa tumbuh sampai ketinggian 4 meter. Bahkan, menurut catatan Amir Hamzah dan M. Toha (The Mountain Flora of Java), pernah dijumpai tumbuhan edelweis di Gunung Sumbing yang ketinggannya mencapai 8 meter dengan diameter batang lebih dari 15 cm.

 

Selain itu, mereka juga mencatat bahwa edelweis ini ditaksir usianya telah lebih dari 100 tahun.

 

Karakteristik Edelweis

 

Pesona Bunga Edelweis, ‘Bunga Abadi’ yang Hanya Ada di Gunung

Von Faber, ahli Botani berkebangsaan Jerman mengungkapkan bahwa edelweis memiliki sistem perakaran yang berkembang secara horizontal karena adanya mikorhiza pada akar edelweis.

 

Menurut Von, mikorhiza lebih suka berada pada lapisan tanah yang dekat dengan permukaan, pasalnya cendawan (jamur) sangat membutuhkan oksigen.

 

Bagi mayoritas para pendaki gunung gunung di Tanah Air, tumbuhan edelweis bukanlah jenis bunga yang asing.

 

Para pendaki dapat menjumpai jenis tumbuhan yang berkelompok ini di banyak gunung yang mereka daki di Indonesia, seperti di Gunung Gede, Pangrango, Papandayan, Kerinci, Rinjani, dan lain-lain.

 

Di Gunung Rinjani misalnya, para pendaki dapat menemukan keindahan hamparan edelweis di sekitar Plawangan Sembalun.

 

Sedangkan di Gunung Lawu, edelweis dapat dijumpai di sepanjang jalur, menjelang puncak Hargo Dumilah.

 

Sementara itu, apabila Anda mendaki melalui jalur Candhi Cetho, bunga edelweis bisa langsung dilihat di sabana pertama sebelum Pos Bulak Peperangan hingga ke Pasar Dieng.

 

Begitu populernya edelweis di kalangan pendaki, daya tarik edelweis membuat banyak pendaki menjadikannya sebagai maskot dan merupakan “oleh-oleh” tersendiri ketika menjumpainya langsung di habitat aslinya.

 

Bahkan, tak jarang para pendaki berusaha mengambilnya untuk dibawa pulang dan ditanam di pekarangan rumahnya.

 

Pada masa silam, edelweis juga sering disebut dengan capo gunung, sembung lango, sendoro atau widodaren. Sebutan-sebutan itu memiliki makna yang menjadikannya sebagai salah satu jenis tumbuhan yang diagungkan oleh sebagian masyarakat di Indonesia.

 

Konon, banyak orang yang pergi ke Gunung Gede membawa rumpun tumbuhan edelweis karena menganggapnya sebagai suatu keberkahan atau karunia. Hal serupa juga sempat dilakukan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar Gunung Agung, Bali.

 

Memiliki Waktu Mekar Hingga 10 Tahun

 

Dijuluki sebagai bunga abadi, lantaran bunga edelweis memiliki waktu mekar yang cukup lama sampai 10 tahun lamanya.

 

Hal ini karena tumbuhan edelweis memiliki hormon etilen yang mampu mencegah kerontokan kelopak bunga dalam waktu yang lama sehingga pesona bunganya dapat terjaga lebih lama dibandingkan tumbuhan lainnya.

 

Di tiap tahunnya, bunga edelweis umumnya memiliki waktu mekar pada sekitar bulan April-Agustus. Adapun waktu tersebut merupakan waktu mekar bunga saat musim hujan sudah berakhir sehingga pancaran matahari masih intensif untuk perkembangan edelweis.

 

Walau dikenal sebagai bunga yang tumbuh di daerah pegunungan, edelweis memiliki kemampuan bertahan hidup yang kuat, bahkan dapat tumbuh di tanah tandus sekalipun.

 

Tetapi mirisnya, keberadaan bunga edelweis sering diusik oleh pendaki yang jahil sehingga membuat populasinya kian berkurang.

 

Pesona keindahan edelweis membuat pendaki jahil berulah memetik dengan seenaknya. Tindakan ini pun terus berulang dari tahun ke tahun. Di beberapa daerah bahkan sempat ada yang memperjualbelikannya.

 

Edelweis yang diperdagangkan biasanya sudah dimodifikasi. Sebagian ada yang dijual polos, sebagian lagi ada yang telah diberi pewarna, seperti disemprot dengan warna kuning, merah, biru, dan hijau.

 

Para penjarah bunga edelweis mengambilnya tanpa memilih dan asal petik, akibatnya banyak bunga yang rusak dan nyaris punah.

 

Undang-undang yang Melindungi Keberadaan Bunga Edelweis

 

Perlu kita ketahui, bahwasanya bagi pendaki yang kedapatan memetik bunga edelweis dapat dikenai sanksi pidana.

 

Sebab, keberadaan bunga ini dilindungi oleh undang-undang, yaitu Undang-undang No 5 Tahun 1990 Pasal 33 ayat 1 dan 2 tentang konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem.

 

Selain itu, bagi yang memetik bunga edelweis juga melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 dengan ancaman kurungan paling lama satu tahun dan denda maksimal Rp 50.000.000.

 

Budidaya Bunga Edelweis

 

Meski para pendaki yang sembrono seringkali mengusik keberadaan bunga edelweis, sebenarnya ada juga tempat budi daya edelweis yang bertempat di Gunung Bromo.


Jangan lewatkan: Cara Membuat Odading, Jajanan Khas Bandung yang Sedang Viral di Media Sosial

 

Budi daya ini sudah berjalan sejak 10 November 2018 bersamaan dengan peresemian Desa Wisata Edeweis di Desa Wonokitri, Pasuruan, Jawa Timur.

 

Edelweis hasil budi daya sekelompok petani tersebut boleh dijual sebagai ‘oleh-oleh’ bagi wisatawan yang datang berkunjung.

 

Jual beli edelweis hasil budidaya ini legal dan resmi, karena terdapat perbedaan fisik dari edelweis asli dan edelweis hasil budidaya. Bunga edelweis hasil budidaya terlihat lebih subur dan gemuk dibandingkan yang tumbuh liar di sekitar pegunungan.

 

Sumber: www.kompas.com

Post a Comment